Ehem Ehem.. Ckck. Assalamu'alaikum. . .
Sekali menyelam minum air deh.. berhubung teteh tercinta (Teh Qanqan) ngasih tugas ngposting di sini, ya udahlah tugas kuliah aje dimasukin. hehe.. (No Comment). Selamat menikmati..
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
merupakan makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri dalam
memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab itu, sudah
seharusnya manusia saling tolong menolong. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman “Dan
Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa…” (QS. 5:2).
Disadari atau tidak, dalam hidup bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu
dengan yang lainnya.
Kesejahteraan merupakan suatu kondisi yang
diidamkan seluruh umat manusia. Tidak ada manusia yang tidak mengingikannya
karena di dalamnya terkandung segala kenikmatan hidup, seperti kebahagiaan,
ketentraman, kamakmuran, dan keadilan. Lantas bagaimana untuk mendapatkan
kesejahteraan tersebut? Karena itu tidak heran jika manusia menguras semua
energi pemikirannya dalam mencari ‘petunjuk’ yang paling tepat untuk mencapai
kondisi tersebut. Sehingga dalam peradaban manusia lahirlah ideologi-ideologi
yang berfungsi sebagai petunjuk, seperti kapitalisme dan sosialisme yang banyak
dianut oleh Negara-negara di dunia.
Kapitalisme dan sosialisme dibentuk di
atas landasan nilai (value) yang
sama yaitu materialisme-hedonisme yaitu segala kegiatan
manusia dilatarbelakangi dan diorientasikan kepada segala sesuatu yang
bersifat duniawi, dan dibangun di atas pandangan dunia yang sekuler
yaitu memisahkan hal-hal yang bersifat spiritual dan material (agama
dengan dunia). Sosialisme bahkan memiliki pandangan yang negatif terhadap
agama. Menurut mereka agama adalah sesuatu yang tidak realistis, berwujud
material. Bahkan agama sesungguhnya adalah rekayasa kelompok yang berkuasa
untuk memperkokoh kepentingan mereka sendiri. Salah satu ungkapan Marx
yang populer adalah, “Kritik terhadap agama adalah syarat yang pertama
atas segala kritik”(Hendrie Anto, 2003; 356).
Tidak
ada keraguan bahwa sistem pasar telah merealisasikan kemakmuran dalam
perekonomian barat seperti yang bisa kita saksikan saat ini. Laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara umum telah terwujud dan telah
terjadi ekspansi kekayaan yang begitu luas. Ciri utama keseluruhan logika
sistem pasar adalah adanya anggapan simetri antara kepentingan umum dan
individu. Akan tetapi sejarah dan pengalaman tidak menunjukkan kebenarana
adanya simetri antara kepentingan sosial dan individu.
Berdasarkan
uraian singkat ini timbul pertanyaan, apakah sistem kapitalisme dan sosialisme
berhasil membawa masyarakatnya mendapatkan kesejahteraan. Berangkat dari
penjelasan yang telah penulis paparkan di atas inilah penulis tertarik untuk
menggali lebih dalam lagi mengenai kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme
dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya melalui konsep pasar. Penulis
juga akan membahas konsep pasar dalam ekonomi islam. Apakah ekonomi islam yang
melalui konsep pasarnya akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyaraktanya?
Mari kita simak.
B.
Rumusan
Masalah
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat
tersusun dengan baik dan terarah sehingga pembaca lebih mudah memahaminya. Oleh
karena itu, dibuatlah rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana
kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan
melalui konsep pasar?
2. Bagaimana
konsep pasar dalam ekonomi islam, apakah dengan ekonomi islam kondisi yang
diidamkan masyarakat, kesejahteraan, dapat terwujud?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk menambah wawasan keilmuan kita serta memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen mata kuliah Pengantar Ekonomi Syariah. Sedangkan secara khusus
tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui kegagalan konsep pasar dalam sistem kapitalisme dan sosialisme
2. Untuk
mengetahui konsep pasar ekonomi islam dan membuktikan mampu atau tidak ekonomi
islam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
D.
Metode
Penulisan
Metode yang penulis gunakan adalah Metode
Pengumpulan Data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode dokumentasi, yakni mencari bahan-bahan penyusunan
yang diperoleh dari buku-buku, internet, jurnal dan artikel.
E.
Sistematika
Penulisan
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
D. Metode
Penulisan
E. Sistematika
Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Kegagalan
sistem kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan melalui kosep
pasar.
B. Konsep
pasar dalam ekonomi islam
BAB
III KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kegagalan
Sistem Kapitalisme dan Sosialisme dalam Mewujudkan Kesejahteraan Melalui Konsep
Pasar
Seperti yang
telah kita singgung sebelumnya, kesejahteraan merupakan suatu keadaan yang
diidamkan oleh seluruh umat manusia. Oeh karena itu manusia selalu berusaha
mencari petunjuk yang tepat untuk mencapai suatu kondisi tersebut. Maka
lahirlah ideologi-ideologi yang berfungsi sebagai petunjuk. Salah satunya yang
banyak dianut oleh Negara-negara di dunia adalah kapitalisme dan sosialisme.
Tujuan dari suatu
sistem ekonomi pada prinsipnya ditentukan oleh pandangannya tentang dunia,
yang mengetengahkan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana alam semesta
ini muncul, makna dari tujuan hidup manusia, prinsip kepemilikan dan tujuan
manusia memiliki sumberdaya yang ada di tangannya, serta hubungan antara
sebagian manusia dengan sebagian yang lain (yang melibatkan hak-hak dan
tanggungjawab mereka) dan dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh
misalnya, jika alam semesta ini terjadi dengan sendirinya maka manusia
tidak akan bertanggungjawab kepada siapapun dan mereka akan hidup
sesukanya. Akan tetapi, jika manusia dan apa yang mereka miliki adalah
ciptaan Allah SWT dan mereka bertanggungjawab kepada-Nya, maka mereka
tidak mungkin menganggap dirinya bebas mutlak dan berperilaku dengan
seenaknya atau seperti bidak malang di atas papan catur sejarah yang tidak
menghiraukan arah perjalanan sejarah (Chapra, 2000:4).
Kapitalisme dan
sosialisme dibentuk di atas landasan nilai (value) yang sama yaitu
materialisme-hedonisme yaitu segala kegiatan manusia dilatarbelakangi dan
diorientasikan kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi, dan dibangun
di atas pandangan dunia yang sekuler yaitu memisahkan hal-hal yang
bersifat spiritual dan material (agama dengan dunia).
Pertanyaannya
adalah mampukah kedua sistem ini, kapitalis dan sosialis mewujudkan
kesejahteraan bagi umat manusia? Pada tahun 1776 M Adam Smith menulis buku
yang monumental ‘An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of
Nation’, dan dengan karya inilah Adam Smith dianggap sebagai founding
father-nya ilmu ekonomi modern. Ia menorehkan suatu gagasan
perekonomian yang berciri umum liberal dengan semboyan yang sangat
terkenal ‘laisser aller, laisser passer’ (bebas berbuat dan bebas bertindak)
(Hendrie Anto, 2003; 350). Dari sinilah kemudian lahir pemikiran ekonomi
yang menekankan kebebasan dalam mengatur aktivitas ekonomi (laissez
faire) tanpa diganggu oleh pemerintah.
Berikut beberapa
konsep mengenai harga dan pasar yang kita kenal dalam Ekonomi Konvesional :
·
Penentuan
Harga
Harga suatu barang dan jumlah
barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran barang tersebut. Oleh karena itu, untuk
menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah barang yang
diperjualbelikan, secara serentak perlulah dianalisis permintaan dan
penawaran terhadap suatu barang tertentu yang wujud di pasar. Keadaan
di suatu pasar dikatakan dalam keseimbanga atau ekuilibrium
apabila jumlah yang ditawarkan para penjual pada suatu barang tertentu adalah
apabila jumlah yang ditawarkan para penjual pada suatu barang tertentu adalah
sama
dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan
demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat
ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar.
demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat
ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar.
·
Harga
dan Permintaan
Dalam hukum permintaan dijelaskan
sifat hubungan antara permintaan suatu
barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya
merupakan suatu hipotesis yang menyatakan: makin rendah harga
suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut.
Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit
permintaan terhadap barang tersebut.
Mengapa bisa seperti itu?
Alasan pertama, karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang
lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang yang mengalami kenaikan
harga tersebut. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian
terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Alasan kedua, kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga.
Alasan pertama, karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang
lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang yang mengalami kenaikan
harga tersebut. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian
terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Alasan kedua, kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga.
·
Harga dan Penawaran
Dalam hukum penawaran dinyatakan bahwa makin
tinggi harga suatu barang, semakin
banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh
para penjual. Sebaliknya, makin
rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang
tersebut yang ditawarkan.
Ciri utama
keseluruhan logika sistem pasar adalah adanya anggapan simetri antara
kepentingan umum dan individu. Berdasarkan pejelasan mengenai harga dan pasar
yang dipaparkan di atas dapat diasumsikan bahwa individu, dalam
kapasitasnya sebagai konsumen yang berdaulat, bertindak secara rasional
dan memaksimalkan nilai guna (utility) dengan membeli
barang-barang dan jasa pada tingkat harga yang paling rendah yang
menempati kedudukan tertinggi pada skala prioritas mereka. Prefensi
mereka direfleksikan pada pasar lewat permintaanya atau kesediaannya
membayar harga pasar. Begitu pula individu, kapasitasnya sebagai produsen,
juga bertindak secara rasional dan merespons secara “pasif” permintaan ini
dengan melakukan produksi dengan menekan ongkos serendah-rendahnya karena dengan
cara ini akan membantu meningkatkan keuntungan. Interaksi bebas antara
para konsumen yang ingin memperoleh nilai guna maksimal dan produsen yang
menginginkan keuntungan maksimal dalam suatu kondisi pasar bersaing
sempurna akan menstabilkan harga barang dan jasa di pasar.
Harga-harga, termasuk ongkos produksi, akan bertindak sebagai suatu
mekanisme filter yang netral nilai dan akan membawa produksi barang-barang
dan jasa ke arah titik maksimal yang selaras dengan prefensi konsumen.
Harga-harga secara otomatis akan menetukan pengalihan (transfer)
sumber-sumber daya kepada suatu penggunaan kepada penggunaan yang lain,
secara otomatis pula akan membantu proses penggunaannya seefisien mungkin
tanpa diperlukan usaha-usaha keras atau intervensi dari siapapun termasuk
pemerintah, kecuali untuk menjamin kompetisi dan ketertiban pasar atau
mengganti kegagalan pasar dalam mensuplai barang-barang umum. Setiap usaha
pemerintah untuk ikut campur dalam proses penyesuaian pasar hanya akan
membawa distorsi dan inefisiensi. Smith berpendapat bahwa apabila setiap
orang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri maka invisible hand dari
kekuatan pasar akan memperjuangkan semua kepentingan masyrakat melalui
pengendalian yang bernama kompetisi (Chapra, 2000:19 dan Hendrie Anto,
2003: 353). Tidak ada keraguan bahwa sistem pasar telah
merealisasikan kemakmuran dalam perekonomian barat seperti yang bisa kita
saksikan saat ini. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara umum telah
terwujud dan telah terjadi ekspansi kekayaan yang begitu luas. Akan tetapi sejarah
dan pengalaman tidak menunjukkan kebenarana adanya simetri antara
kepentingan sosial dan individu. Sistem kapitalis telah gagal
merealisasikan pemerataan. Kemakmuran yang belum pernah dialami sebelumnya
ini tidak berhasil menghapuskan kemiskinan atau pemenuhan kebutuhan pokok
bagi setiap orang. Ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan justru semakin
meningkat. Di samping itu, tingkat ketidakstabilan ekonomi dan
pengangguran yang tinggi telah menambah kesulitan lebih lanjut bagi si miskin.
Ini menunjukkan bahwa efisiensi dan pemerataan masih tetap samar, meskipun
telah terjadi pembangunan yang cepat dan petumbuhan yang luar biasa dalam
kekayaan (Chapra, 2000: 20, 33).
Ketidakmerataan
kapitalisme ‘laissez faire’ membawa angin segar kepada munculnya
sosialisme. Dan dari berbagai pemikiran tentang sosialisme, pemikiran Karl
Marx-lah yang paling berpengaruh. Ia banyak mengkritik kapitalisme bahkan
cenderung negatif dalam segala halnya. Dalam salah satu bagian dalam
karyanya ‘Communist Manifesto’ yang terkenal ia menyatakan:
Borjuis telah menunjukkan bagaimana kemungkinan
dilakukannnya kekuasaan secara ganas di dalam abad pertengahan, yang
sangat dipuji oleh kaum reaksioner itu, sesuai dengan kemalasan yang
tiada terhingga, ialah yang pertama-tama memperlihatkan apa
yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. Ia telah mendatangkan
kejahatankejahatan yang jauh melebihi pyramid-piramid Mesir,
saluran-saluran air di Roma dan katedral-katedral Ghotik. Ia telah
ekspedisi-ekspedisi yang menyuramkan segala perpindahan bangsa-bangsa dan
perang salib yang dulu-dulu (Hendrie Anto, 2003: 355).
Kendatipun
sosialisme mengajukan sebuah strategi yang berbeda, tetapi didasarkan
kepada pandangan dunia yang sama seperti sistem pasar, sama persis atau
malah lebih sekuler lagi dalam pandangannya tentang kehidupan. Meskipun
demikian terdapat perbedaan yang tajam dengan system pasar. Ia memiliki
ketidakpercayaan implisit tentang kemampuan manusia untuk berbuat demi
kepentingan masyarakat. Karena itu ia sangat bergantung pada pembelengguan
kebebasan individu dan motif memperoleh keuntungan serta eliminasi hak
memiliki properti. Karenanya, kepemilikan Negara atas semua sarana
produksi dan perencanaan sentral menjadi instrument utama strateginya
untuk mendorong efisiensi dan pemerataan penggunaan sumbersumber daya
(Chapra, 2000: 23).
Penghapusan
motif mencari keuntungan dan kepemilikan properti telah membunuh
inisiatif, dorongan dan kreatifitas individu dalam masyarakat
yang memiliki perspektif hidup keduniaan. Hal ini telah menyebabkan berkurangnya
efisiensi dan merugikan sisi penawaran ekonomi. Perencanaan dan
kolektivisasi tidak berhasil mendorong pemerataaan, bahkan menyebabkan
konsentrasi kekuatan pada segelintir anggota politbiro. Ini bahkan lebih
buruk dari kapitalisme monopilstik, karena meskipun mengakibatkan
konsentrasi kekuasaan dan kekayaan, tidak akan memungkinkannya
mengumpulkan kekuatan yang begitu intens, karena adanya proses pembuatan
keputusan yang didesentralisasi secara umum. Lebih- lebih lagi, sistem
sosialis yang berpandangan sekuler telah menjauhkan dirinya dari sistem
nilai yang secara sosial disepakati. Pada saat ketiadaan nilai-nilai moral
dan sistem harga, satu-satunya mekanisme filter yang tersisa untuk
pembuatan keputusan dalam alokasi sumber-sumber daya adalah nafsu anggota
politbiro yang berkuasa. Karena itu si kaya dan mereka yang berkedudukan
tinggi dalam sistem ini mampu menikmati kemudahan apa saja yang mereka
inginkan seperti dalam sistem kapitalis. Sementara, si miskin kesulitan
untuk memenuhi bahkan kebutuhan pokoknya sendiri. Karena itu tidak
mengherankan, jika sistem totalitarian telah menyebabkan kecelakaan besar
bagi umat manusia dan akhirnya diruntuhkan oleh pemberontakan rakyat di
mana-mana (Chapra, 2000: 344).
Kedua
sistem ini telah gagal merealisasikan sasaran-sasaran yang diinginkan
seperti pemenuhan kebutuhan dasar, kesempatan kerja penuh, distribusi
pendapatan dan kekayaan yang merata. Konklusi dari keadaan ini adalah
bahwa kedua sistem init telah gagal mewujudkan keadilan dan stabilitas,
karena itu tidak mungkin befungsi sebagai contoh bagi Negara-negara muslim
khusunya karena komitmen Islam yang tegas terhadap keadilan sosioekonomi.
Inilah kegagalan kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejehteraan bagi
umat manusia.
B.
Konsep Pasar dalam Ekonomi Islam
Seleteh
mengetahui kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan
kesejahteraan, lantas sistem apa yang harus kita terapkan untuk mencapai
kesejahteraan? Ekonomi Islam adalah solusinya. Rasullah telah membuktikan
keberhasilan system ekonomi islam pada masa pemerintahannya. Lantas kita
sebagai Negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim malah tidak menerapkan
apa yang diterapkan oleh Rasullah dan parahnya kita tetap bertahan dengan
sistem yang penuh dengan kebobrokan ini.
Ironis memang, karena pada saat ini tidak satupun negara muslim atau yang
mayoritas penduduknya muslim benar-benar menerapkan syariat Islam termasuk
sistem ekonominya. Sistem ekonomi Islam tidak berlaku di manapun di dunia
muslim. Ideologi yang dominan di negara-negara muslim bukanlah Islam,
melainkan sekulerisme yang dicampur dengan feodalisme, kapitalisme, dan
sosialisme.
Islam
adalah agama universal yang mengatur seluruh dimensi kehidupan umatnya
baik dunia maupun akhirat. Islam sudah mengatur masalah ekonomi semenjak
Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Karena rujukan utama
pemikiran ekonomi Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Termasuk di
dalamnya adalah masalah pasar. Pasar mendapat kedudukan yang penting dalam
ekonomi Islam. Rasulullah SAW menghargai harga yang dibentuk oleh pasar
sebagai harga yang setara. Beliau menolak adanya price intervention seandainya
perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Tetapi pasar
disini mengharuskan adanya moralitas, antara lain: persaingan yang sehat (fair
play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy),
dan keadilan (justice). Jika nilai- nilai ini telah ditegakkan
tidak ada alasan untuk menolak harga pasar. Implementasi nilai-nilai
moralitas dalam pasar merupakan tugas personal bagi setiap pelaku pasar.
Bagi seorang muslim ia merupakan refleksi keimanan kepada Allah
SWT. Penghargaan ajaran Islam terhadap mekanisme pasar dari
ketentuan Allah bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa
suka sama suka (antaradin minkum/mutual goodwill). Dalam surat
an-Nisa’ ayat 29 Allah berfirman yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu…”
Pada
umumnya kegiatan ekonomi diperbolehkan, kecuali apa yang secara tegas dilarang
oleh syariah. Dalam pandangan Islam, pasar merupakan wahana transaksi
ekonomi yang ideal, tetapi memiliki berbagai kelemahan, yang tidak cukup
memadai pencapaian tujuan ekonomi yang Islami. Secara teoritik maupun
praktikal, pasar memiliki beberapa kelemahan. Oleh karenanya, perlu menempatkan
pasar secara propersional dalam perekonomian dan kemudian memperbaiki dan
melengkapi kekurangan-kekurangannya.
Berbicara mengenai pasar, ajaran Islam
berusaha untuk menciptakan suatu keadaan pasar yang dibingkai oleh nilai-nilai
syariah, meskipun tetap dalam suasana yang bersaing. Dengan kata lain, konsep
Islam tentang pasar yang ideal adalah perfect competition market plus,
yaitu plus nilai-nilai syariah Islam.
Secara garis
besar, pandangan Islam tentang pasar adalah sebagai berikut :
1. Pasar memiliki
kelebihan sekaligus kekurangannya. Dengan kata lain, mekanisme pasar tidak
dianggap sebagai sesuatu yang telah sempurna atau baku sehingga tidak perlu ada
intervensi dan rekayasa apapun (taken for granted). Intervensi yang
tidak berlebihan diperlukan agar mekanisme pasar berjalan sesuai dengan
kepentingan perekonomian yang Islami. Jadi pasar bebas yang Islami tidak berarti
sebebas-bebasnya.
2. Pasar tidak
ditempatkan sebagai satu-satunya mekanisme distribusi yang utama dalam
perekonomian, tetapi hanya merupakan salah satu dari berbagai mekanisme yang
diajarkan syariah Islam. Oleh karenanya, perekonomian yang Islami akan
mengkombinasikan pendekatan pasar dengan non pasar.
Para ulama terdahulu sudah banyak menulis
buku tentang masalah ekonomi yang bisa kita jadikan sebagai acuan. Salah
satunya adalah Ibnu Taimiyyah.
Pemikiran Ibnu Taimiyyah (661-728 H)
Ibn
Taimiyah telah meletakkan konsep-konsep dasar ekonomi Islam yang akan dapat
berperan dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Diantaranya
berkaitan dengan :
1.
Harga
yang adil, Mekanisme Pasar dan Pengaturan Harga
a. Harga Yang Adil.
Konsep tentang harga yang adil pada dasarnya telah terdapat di dalam ajaran Islam. Sekalipun penggunaan istilah tersebut sudah ada sejak awal kehadiran Islam, Ibnu Taimiyah nampaknya merupakan orang pertama yang memberikan perhatian khusus terhadap masalah harga yang adil. Dalam membahas persoalan harga, ia sering menggunakan dua istilah, yaitu kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Kompensasi yang setara (iwadh al-mitsl) digunakan ketika menelaah dari sisi legal etik sedangkan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi. Menurutnya prinsip kompensasi yang setara terkandung dalam beberapa kasus berikut:
Konsep tentang harga yang adil pada dasarnya telah terdapat di dalam ajaran Islam. Sekalipun penggunaan istilah tersebut sudah ada sejak awal kehadiran Islam, Ibnu Taimiyah nampaknya merupakan orang pertama yang memberikan perhatian khusus terhadap masalah harga yang adil. Dalam membahas persoalan harga, ia sering menggunakan dua istilah, yaitu kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Kompensasi yang setara (iwadh al-mitsl) digunakan ketika menelaah dari sisi legal etik sedangkan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi. Menurutnya prinsip kompensasi yang setara terkandung dalam beberapa kasus berikut:
ü Ketika seseorang harus bertanggungjawab
karena membahayakan orang lain atau merusak harta dan keuntungan.
ü Ketika seseorang mempunyai kewajiban
untuk membayar kembali sejumlah barang atau keuntungan yang setara atau
membayar ganti rugi terhadap luka-luka sebagian orang lain.
ü Ketika seseorang diminta untuk
menentukan aqad yang rusak dan akad yang shahih dalam suatu peristiwa yang
menyimpang dalam kehidupan dan hak milik.
Prinsip umum yang sama berlaku pada
pembayaran iuran, kompensasi dan kewajiban financial lainnya. Misal:
ü
Hadiah
yang diberikan oleh gubernur kepada anak yatim,wakaf dan orang-orang muslim.
ü
Kompensasi
oleh agen bisnis yang menjadi wakil untuk melakukan pembayaran kompensasi.
ü
Pemberian
upah oleh dan atau kepada rekanan bisnis
Sedangkan harga yang setara harga yang
dibentuk oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas , yaitu pertemuan
antara kekuatan permintaan dan penawaran. Jadi berbeda dengan konsep kompensasi
yang setara, persoalan harga yang setara muncul ketika menghadapi harga yang
sebenarnya, pembelian dan pertukaran barang.
Dalam
analisa ekonomi, permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh
tingkat harganya. Dalam hukum permintaan diuraikan sifat hubungan nyata
permintaan barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya
merupakan hipotesis yang menyatakan: "makin rendah harga suatu barang,
maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi
harga suatu
barang, maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut". Begitu
juga sebaliknya, hukum penawaran yang menjelaskan tentang hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual.
barang, maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut". Begitu
juga sebaliknya, hukum penawaran yang menjelaskan tentang hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual.
Ibnu
Taimiyah menyebutkan dua sumber penyediaan barang (supply) yaitu
produksi lokal dan impor yang diterima.
produksi lokal dan impor yang diterima.
Konsep
harga yang adil menurut Ibnu Taimiyah hanya terjadi pada pasar kompetitif.
Tidak ada pengaturan yang mengganggu keseimbangan harga kecuali
jika terjadi suatu usaha-usaha yang mengganggu terjadinya keseimbangan,
yaitu kondisi dimana semua faktor produksi digunakan secara optimal
dan tidak ada idle.
Sebab harga pasar kompetitif merupakan kecenderungan yang wajar.
Sebab harga pasar kompetitif merupakan kecenderungan yang wajar.
Ibnu taimiyah
mengungkapkan bahwa jika masyarakat menjual barang
dagangannya dengan harga normal (kenaikan harga dipengaruhi oleh
kurangnya persediaan barang karena menurunnya supply barang), maka
hal seperti ini tidak mengharuskan adanya regulasi terhadap harga. Karena
kenaikan harga tersebut merupakan kenaikan harga yang adil dan berada dalam
persaingan sempurna, tanpa unsur spekulasi.
Konsep
Ibnu Taimiyah tentang harga yang setara/adil memiliki kesamaan dengan
konsep harga adil yang disampaikan oleh pemikir skolastis bernama Aquinas. Akan tetapi,
Ibnu Taimiyah memberi makna yang lebih luas. Ia
menganjurkan dalam menetapkan harga yang adil itu dengan pertimbangan
apabila suatu barang tersebut tidak ada di suatu tempat. Secara
eksplisit, ia mengajukan
pertimbangan untuk mempertemukan antara nilai subjektif dari pembeli dengan
nilai objektif dari penjual.
pertimbangan untuk mempertemukan antara nilai subjektif dari pembeli dengan
nilai objektif dari penjual.
Tujuan utama
dari harga yang adil adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transaksi
timbal balik dan hubungan-hubungan lain diantara anggota masyarakat. Pada
konsep harga adil, pihak penjual dan pembeli sama-sama merasakan keadilan.
Perbuatan
monopoli terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi hal yang
ditentang oleh Ibnu Taimiyah. Jika ada sekelompok masyarakat
melakukan monopili, maka wajib bagi pemerintah untuk melakukan pengaturan
(regulasi) terhadap harga. Hal ini dilakukan untuk
menerapkan harga yang adil. Monopoli
merupakan hal yang tidak adil dan sangat merugikan orang
lain. Perbuatan tersebut zalim, monopoli sama saja menzalimi
orang-orang yang membutuhkan barang kebutuhan yang dimonopoli.
Regulasi Harga
Regulasi harga adalah pengaturan
terhadap harga barang-barang yang dilakukan oleh pemerintah. Regulasi
ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan
kemungkinan penduduk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Dalam
sejarah Islam, kebebasan sudah dijamin dengan berbagai tradisi
masyarakat dan dengan sistem
hukumnya. Sebagian orang berpendapat bahwa negara dalam Islam
tidak boleh mencampuri masalah ekonomi dengan mengharuskan nilai-nilai
dan moralitas atau menjatuhkan sanksi kepada orang yang
melanggarnya. Mereka mempunyai
pandangan seperti ini berdasarkan pada hadits Nabi saw yang
tidak bersedia menetapkan harga-harga walaupun pada saat
itu harga melambung tinggi. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Anas bin Malik ra:
"Dari Anas bin Malik ra
beliau berkata: harga barang-barang pernah mahal pada masa
Rasulullah saw, lalu orang-orang berkata: Ya Rasulullah, harga-harga
menjadi mahal, tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah saw
bersabda: Sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga, yang menahan dan
membagikan rizki, dan sesungguhnya saya
mengharapkan agar saya berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun
diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan
darah (pembunuhan) dan harta". (diriwayatkan oleh perawi yang lima kecuali
an Nasai )
mengharapkan agar saya berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun
diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan
darah (pembunuhan) dan harta". (diriwayatkan oleh perawi yang lima kecuali
an Nasai )
Ibnu Taimiyah menafsirkan hadits
tentang penolakan regulasi harga, bahwa kasus
tersebut merupakan kasus yang khusus dan bukan kasus umum.
Menurutnya, harga naik karena kekuatan pasar, bukan
karena ketidaksempurnaan pasar tersebut.
Menurut Ibnu Taimiyah, hadits tersebut mengungkapkan betapa
Nabi saw tidak mau ikut campur tangan dalam masalah
regulasi harga-harga barang. Akan tetapi hal tersebut disebabkan oleh kenaikan
harga yang dipicu kondisi objektif pasar
Madinah, bukan karena kecurangan yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat untuk mengejar keuntungan belaka. Pada saat itu,
pasar Madinah kekurangan supply impor atau karena menurunnya
produksi. Hal itu terjadi bukan karena ada pedagang yang sengaja menimbun
barang di pasaran. Dengan demikian, Ibnu
Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga barang-barang pada
masa Nabi saw dikarenakan bekerjanya mekanisme harga.
Pada kondisi terjadinya ketidaksempurnaan pasar, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah.
Misalnya dalam kasus dimana suatu
komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat adanya
manipulasi atau perubahan harga yang disebabkan oleh
dorongan-dorongan monopoli. Maka dalam
keadaan seperti inilah, pemerintah harus menetapkan harga
yang adil bagi penjual dan pembeli.
Otoritas pemerintah dalam melakukan
pengawasan harga harus dirundingkan
terlebih dahulu dengan penduduk yang berkepentingan.
Tentang ini, Ibnu Taimiyah
menjelaskan sebuah metode yang diajukan pendahulunya, Ibnu
Habib, bahwa pemerintah harus menyelenggarakan musyawarah dengan
para tokoh perwakilan
dan pasar. Yang lain juga diterima hadir,
karenanya mereka harus diperiksa keterangannya. Setelah melakukan perundingan
dan penyelidikan tentang transaksi
jual beli, pemerintah harus secara persuasif menawarkan
ketetapan harga yang
didukung oleh para peserta musyawarah, juga penduduk semuanya. Jadi keseluruhannya harus sepakat tentang hal
itu.
Dalam kitabnya, al Hisbah, penetapan
harga harus diperlukan untuk mencegah
manusia menjual makanan dan barang lainnya hanya kepada
kelompok tertentu dengan harga yang ditetapkan sesuai
keinginan mereka. Oleh karena itu, regulasi harga (fixed price policy)
sangat mempermudah usaha mikro dalam menghadapi manipulasi pasar yang
umumnya dilakukan oleh pengusaha besar. Kebijakan ini
sering digunakan pemerintah untuk melindungi sektor usaha mikro dari
kehancuran.
b.
Mekanisme Pasar
Pernyataan ibn Taimiyah terlihat dalam pernyataannya berikut ini:
Pernyataan ibn Taimiyah terlihat dalam pernyataannya berikut ini:
Naik dan turunnya harga tak selalu
berkait dengan kezaliman yang dilakukan seseorang. Sesekali, alasannya adalah
adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang
diminta. Jadi jika membutuhkan peningkatan jumlah barang, sementara
kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika
kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan
turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan
seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang tak melibatkan ketidakadilan.
Atau sesekali bisa juga disebabkan ketidakadilan. Maha besar Allah yang
menciptakan kemauan pada hati manusia.
Pernyataan
tersebut adalah gambaran apa yang terjadi di masa itu, dimana kenaikan harga
terjadi akibat ketidakadilan dari para penjual. Yaitu terjadinya manipulasi
oleh penjual yang mendorong terjadinya ketidaksempurnaan pasar. Dengan demikian
menurut Ibn Taimiyah, alasan ekonomis dari naik dan turunnya harga serta peran
kekuatan pasar, juga harus dipertimbangkan.
Perubahan
supply dalam kekuatan pasar, disamping karena permintaan, digambarkan sebagai
peningkatan atau penurunan ketersediaan barang-barang. Ia juga menyebut dua
sumber supply yaitu produksi local dan impor. Apa yang diungkapkan Ibn taimiyah
sebenarnya menunjukkan apa yang saat ini disebut fungsi penawaran dan
permintaan, tanpa menyebut secara khusus.
Ibn
Taimiyah juga menyebutkan , harga bisa naik karena penurunan jumlah barang yang
tersedia, atau peningkatan jumlah penduduk. Penurunan barang sama dengan
menurunnya supply, sedangkan meningkatnya jumlah penduduk akan mengakibatkan
naiknya permintaan. Sehingga naiknya harga karena penurunan supply dan
peningkatan jumlah penduduk adalah mekanisme alamiah karena Allah.
Ibn
Taimiyah mencatat beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan juga harga:
ü
Keinginan
penduduk yang berbeda dan berubah-ubah atas jenis barang
ü
Jumlah
para peminta
ü
Tingkat
kebutuhan akan barang
ü
Pihak
yang melakukan pertukaran
ü
Bentuk
alat pembayaran yang digunakan dalam jual beli
c.
Pengaturan Harga
Terdapat perbedaan akan kenaikan harga karena kekuatan pasar dan ketidakadilan atau kezaliman seperti penimbunan. Sehingga Ibnu Taimiyah meletakkan dasar regulasi pada wewenang pemerintah.
Terdapat perbedaan akan kenaikan harga karena kekuatan pasar dan ketidakadilan atau kezaliman seperti penimbunan. Sehingga Ibnu Taimiyah meletakkan dasar regulasi pada wewenang pemerintah.
2.
Kepemilikan Harta
3.
Uang dan Kebijakan Moneter
ü
Sumber
penerimaan public
ü
Pembelanjaan
publik
4.
Peran Negara dalam Ekonomi
Transaksi yang
Dilarang dalam Islam
Para
ulama menyimpulkan satu konsep yang menegaskan pelarangan bagi para pelaku
pasar untuk mempraktikkan sejumlah transaksi berikut:
ü Transaksi
riba,gharar dan maysir. Untuk hal ini, sistem bagi hasil dikedepankan dalam
merumuskan hubungan kerja antara tenaga kerja dan modal investasi. Transaksi
gharar adalah kurangnya informasi atau pengetahuan sehingga tidak memiliki
skill.
ü
Rekayasa
Supply dan Demand
1.
Ba’i
Najasy; produsen menyuruh pihak lain memuji produk-nya atau menawar dengan
harga tinggi, sehingga orang akan terpengaruh.
2.
Ikhtikar;
mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menahan barang untuk
tidak beredar di pasar supaya harga-nya naik.
ü
Tadlis
(Penipuan)
·
Tadlis
kuantitas
·
Tadlis
kualitas,
·
Tadlis
harga
ü
Ghaban faa-hisy : menjual diatas harga pasar.
ü
Talaqqi
rukban : pedagang membeli
barang penjual sebelum mereka masuk ke kota.
·
Tadlis
waktu penyerahan
ü
Taghrir
(Ketidakpastian);
a. Taghrir kuantitas,
b. Taghrir kualitas,
c. Tahgrir harga,
d. Taghrir waktu penyerahan
ü
Predatory
pricing : yaitu menjual dengan harga
dibawah harga pasar.
ü Transaksi
Al-Ma’dun yaitu jenis penjualan barang dan jasa yang belum atau tidak dimiliki
langsung oleh si penjual.
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Dalam pandangan Islam, pasar merupakan wahana transaksi
ekonomi yang ideal, tetapi memiliki berbagai kelemahan, yang tidak cukup
memadai pencapaian tujuan ekonomi yang Islami. Secara teoritik maupun
praktikal, pasar memiliki beberapa kelemahan. Oleh karenanya, perlu menempatkan
pasar secara propersional dalam perekonomian dan kemudian memperbaiki dan
melengkapi kekurangan-kekurangannya.
2. Konsep-konsep dasar ekonomi Islam
yang dapat berperan dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi menurut
pemikiran Ibnu Taimiyyah antara
lain :
ü
Harga
yang adil, mekanisme pasar, pengaturan harga
ü
Kepemilikan
harta
ü
Uang
dan kebijakan moneter
ü
Peran
Negara dalam ekonomi
3. Adapun transaksi yang dilarang dalam
Islam, yaitu :
ü
Transaksi
riba,gharar dan maysir.
ü
Rekayasa
Supply dan Demand, yaitu : Ba’I Najasy dan Ikhtikar
ü
Tadlis
(Penipuan)
ü
Ghaban faa-hisy
ü
Talaqqi
rukban
ü
Taghrir
(Ketidakpastian);
ü Predatory pricing
ü
Transaksi
Al-Ma’dun
4. Penyebab kegagalan
system kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan adalah Kapitalisme
dan sosialisme dibentuk di atas landasan nilai (value) yang sama
yaitu materialisme-hedonisme yaitu segala kegiatan manusia dilatarbelakangi
dan diorientasikan kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi, dan
dibangun di atas pandangan dunia yang sekuler yaitu memisahkan hal-hal
yang bersifat spiritual dan material (agama dengan dunia).
Sistem kapitalis yang menorehkan suatu
gagasan perekonomian yang berciri umum liberal dengan semboyan yang sangat
terkenal ‘laisser aller, laisser passer’ (bebas berbuat dan bebas bertindak).
Dari sinilah kemudian lahir pemikiran ekonomi yang menekankan kebebasan
dalam mengatur aktivitas ekonomi (laissez faire) tanpa diganggu
oleh pemerintah. Akibat system liberal ini mengakibatkan gagalnya
realisasi pemerataan. Kemakmuran yang belum pernah dialami sebelumnya ini
tidak berhasil menghapuskan kemiskinan atau pemenuhan kebutuhan pokok bagi
setiap orang. Ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan justru semakin
meningkat. Di samping itu, tingkat ketidakstabilan ekonomi dan
pengangguran yang tinggi telah menambah kesulitan lebih lanjut bagi si
miskin. Ini menunjukkan bahwa efisiensi dan pemerataan masih tetap samar, meskipun
telah terjadi pembangunan yang cepat dan petumbuhan yang luar biasa dalam
kekayaan. Sementara system sosialisme yang diagungkan oleh Karl Max menhgalami
nasib yang sama seperti kapitalisme. Penghapusan
motif mencari keuntungan dan kepemilikan properti telah membunuh
inisiatif, dorongan dan kreatifitas individu dalam masyarakat
yang memiliki perspektif hidup keduniaan. Hal ini telah
menyebabkan berkurangnya efisiensi dan merugikan sisi penawaran ekonomi.
Perencanaan dan kolektivisasi tidak berhasil mendorong pemerataaan,
bahkan menyebabkan konsentrasi kekuatan pada segelintir anggota politbiro.
Ini bahkan lebih buruk dari kapitalisme monopilstik, karena
meskipun mengakibatkan konsentrasi kekuasaan dan kekayaan, tidak
akan memungkinkannya mengumpulkan kekuatan yang begitu intens,
karena adanya proses pembuatan keputusan yang didesentralisasi secara
umum. Lebih- lebih lagi, sistem sosialis yang berpandangan sekuler telah
menjauhkan dirinya dari sistem nilai yang secara sosial disepakati. Pada
saat ketiadaan nilai-nilai moral dan sistem harga, satu-satunya mekanisme
filter yang tersisa untuk pembuatan keputusan dalam alokasi sumber-sumber
daya adalah nafsu anggota politbiro yang berkuasa. Karena itu si kaya dan
mereka yang berkedudukan tinggi dalam sistem ini mampu menikmati kemudahan
apa saja yang mereka inginkan seperti dalam sistem kapitalis. Sementara,
si miskin kesulitan untuk memenuhi bahkan kebutuhan pokoknya sendiri.
Karena itu tidak mengherankan, jika sistem totalitarian telah menyebabkan
kecelakaan besar bagi umat manusia dan akhirnya diruntuhkan oleh pemberontakan
rakyat di mana-mana. Inilah kegagalan system kapitalisme dan sosialisme.
DAFTAR PUSTAKA
A. Fachruddin, et al. “Makalah Diskusi
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Rasulullah SAW.
Ahmad,
Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Terjemahan Zainal Arifin, Gema Insani Press, Cet 1, Jakarta, 1997
Akram
Khan, Muhammad, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Tentang
Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia
Al Mishry,
Rofiq Yunus, Ushul Al Iqtishod Al Islamy, ad Dar as Sahiy, Berut, tt,
Al Qur’an al Karim, Departemen Agama RI
Al Qur’an al Karim, Departemen Agama RI
Nasution,
Mustofa Edwin, dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta cet II, 2007
Husnul K,
et.al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran EkonomiIslam pada masa Daulah Abbasiyah II”
Islahi,
Abdul Azim, Economic Concepts Of Ibnu taimiyah, The Islamic Foundation, United Kingdom, 1996
Karim,
Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002
_____,
Sejarah Pemikiran ekonomi Islam Edisi kedua, raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006
_____,
Concept of Islamic Economy, International Institute of Islamic Economic,
Islamabad,
Pakistan, 1989
Mujahidin,
Akhmad, Ekonomi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Perwataatmadja,
H. Karnaen A, “Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Selam Daulah Umayyah (41-132 H/661-750 M)”
_____, H.
Karnaen A, “Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Selama Daulah Abbasiyah II
Sukirno, Sadono. Pengantar
Teori Mikroekonomi, Edisi Ketiga. PT. RajaGrafindo
Persada: Jakarta. 2003.
Persada: Jakarta. 2003.
Amalia, Euis. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer.
Pustaka Asatrus: Jakarta. 2005
Pustaka Asatrus: Jakarta. 2005
Islahi, Abdul Azim. Economic
Concepts of Ibn Taimiyah. United Kingdom: The Islamic Foundation, 1996.
Al-Mushlih, Abdullah
dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta : Darul Haq,
2004.
An-Nabhani,
Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam, Surabaya
: Risalah Gusti, 1996.
Gazali, Ahmad, Menuju
Masyarakat Industri yang Islami, Jakarta : C.V. Dwi Cahaya, 1995.
Hendrie, M.B Anto, Pengantar
Ekonomi Islami, Yogyakarta : Ekonosia FE UII, 2003.
Kahf, Monzer, Market
Structure: Free Co-Operation, in Sayyid Tahir, Aidit Ghazali dan Syed Omar Syed Agil, Reading in
Microeconomics: an Islamic Perspectives, Malaysia : Longman, 1992.
Kamal, Mustafa, Wawasan
Islam dan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai, Jakarta : LP FEUI, 1997.
Karim, Adiwarman, Ekonomi
Mikro Islami, Jakarta : IIIT Indonesia, 2002.
Mannan, M.A., Ekonomi
Islam: Teori dan Praktek, Jakarta : Penerbit PT Intermasa, 1992.
--------, Islamic
Perspectives on Market Imperfections With Special Reference to The Theory of
Monoply, in Sayyid Tahir, Aidit
Ghazali dan Syed Omar Syed Agil, Reading in Microeconomics: an Islamic Perspectives, Malaysia : Longman,
1992.
Pyndyck, Robert S.
dan Daniel L. Rubinfeld, Microeconomics, New Jersey : Prentice-Hall Inc,
2001.
Samuelson, Paul A., Economics,
London : Mc-Graw-Hill International Book Co, 1980.
Aidi Matrani,
Muhammad. 2008. Pemikiran Ibnu Taimiyyah
tentang Mekanisme Pasar dalam Ekonomi
Islam. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
Syaifuddin Zuhri,
Muhammad. 2010. Pemikiran Adiwarman A.
Karim tentang Mekanisme Pasar Islam.
Surakarta : Universitas Muhammadiyah
MLA Bashar - Islamic Economics, 1997 - kau.edu.sa
2 komentar:
sangat membantu sekali dalam membuat tugas
materinya keren
novriyansahuzumaki.blogspot.com
Posting Komentar