skip intro/masuk

Logo sciemics

Kamis, 13 Oktober 2011

KONSEP HARGA DAN PASAR DALAM ISLAM

Share on :

Ehem Ehem.. Ckck. Assalamu'alaikum. . .
Sekali menyelam minum air deh.. berhubung teteh tercinta (Teh Qanqan) ngasih tugas ngposting di sini, ya udahlah tugas kuliah aje dimasukin. hehe.. (No Comment). Selamat menikmati..


BAB I
                                                              PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Manusia merupakan makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab itu, sudah seharusnya manusia saling tolong menolong. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman “Dan Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa…” (QS. 5:2). Disadari atau tidak, dalam hidup bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya.
      Kesejahteraan merupakan suatu kondisi yang diidamkan seluruh umat manusia. Tidak ada manusia yang tidak mengingikannya karena di dalamnya terkandung segala kenikmatan hidup, seperti kebahagiaan, ketentraman, kamakmuran, dan keadilan. Lantas bagaimana untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut? Karena itu tidak heran jika manusia menguras semua energi pemikirannya dalam mencari ‘petunjuk’ yang paling tepat untuk mencapai kondisi tersebut. Sehingga dalam peradaban manusia lahirlah ideologi-ideologi yang berfungsi sebagai petunjuk, seperti kapitalisme dan sosialisme yang banyak dianut oleh Negara-negara di dunia.
      Kapitalisme dan sosialisme dibentuk di atas landasan nilai (value) yang sama yaitu materialisme-hedonisme yaitu segala kegiatan manusia dilatarbelakangi dan diorientasikan kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi, dan dibangun di atas pandangan dunia yang sekuler yaitu memisahkan hal-hal yang bersifat spiritual dan material (agama dengan dunia). Sosialisme bahkan memiliki pandangan yang negatif terhadap agama. Menurut mereka agama adalah sesuatu yang tidak realistis, berwujud material. Bahkan agama sesungguhnya adalah rekayasa kelompok yang berkuasa untuk memperkokoh kepentingan mereka sendiri. Salah satu ungkapan Marx yang populer adalah, “Kritik terhadap agama adalah syarat yang pertama atas segala kritik”(Hendrie Anto, 2003; 356).
      Tidak ada keraguan bahwa sistem pasar telah merealisasikan kemakmuran dalam perekonomian barat seperti yang bisa kita saksikan saat ini. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara umum telah terwujud dan telah terjadi ekspansi kekayaan yang begitu luas. Ciri utama keseluruhan logika sistem pasar adalah adanya anggapan simetri antara kepentingan umum dan individu. Akan tetapi sejarah dan pengalaman tidak menunjukkan kebenarana adanya simetri antara kepentingan sosial dan individu.
       Berdasarkan uraian singkat ini timbul pertanyaan, apakah sistem kapitalisme dan sosialisme berhasil membawa masyarakatnya mendapatkan kesejahteraan. Berangkat dari penjelasan yang telah penulis paparkan di atas inilah penulis tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya melalui konsep pasar. Penulis juga akan membahas konsep pasar dalam ekonomi islam. Apakah ekonomi islam yang melalui konsep pasarnya akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyaraktanya? Mari kita simak.
B.     Rumusan Masalah
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat tersusun dengan baik dan terarah sehingga pembaca lebih mudah memahaminya. Oleh karena itu, dibuatlah rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya adalah :
1.      Bagaimana kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan melalui konsep pasar?
2.      Bagaimana konsep pasar dalam ekonomi islam, apakah dengan ekonomi islam kondisi yang diidamkan masyarakat, kesejahteraan, dapat terwujud?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan keilmuan kita serta memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengantar Ekonomi Syariah. Sedangkan secara khusus tujuannya adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui kegagalan konsep pasar dalam sistem kapitalisme dan sosialisme
2.      Untuk mengetahui konsep pasar ekonomi islam dan membuktikan mampu atau tidak ekonomi islam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
D.    Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan adalah Metode Pengumpulan Data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yakni mencari bahan-bahan penyusunan yang diperoleh dari buku-buku, internet, jurnal dan artikel.
E.      Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.      Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
D.    Metode Penulisan
E.      Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan melalui kosep pasar.
B.      Konsep pasar dalam ekonomi islam
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kegagalan Sistem Kapitalisme dan Sosialisme dalam Mewujudkan Kesejahteraan Melalui Konsep Pasar
      Seperti yang telah kita singgung sebelumnya, kesejahteraan merupakan suatu keadaan yang diidamkan oleh seluruh umat manusia. Oeh karena itu manusia selalu berusaha mencari petunjuk yang tepat untuk mencapai suatu kondisi tersebut. Maka lahirlah ideologi-ideologi yang berfungsi sebagai petunjuk. Salah satunya yang banyak dianut oleh Negara-negara di dunia adalah kapitalisme dan sosialisme.
      Tujuan dari suatu sistem ekonomi pada prinsipnya ditentukan oleh pandangannya tentang dunia, yang mengetengahkan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana alam semesta ini muncul, makna dari tujuan hidup manusia, prinsip kepemilikan dan tujuan manusia memiliki sumberdaya yang ada di tangannya, serta hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian yang lain (yang melibatkan hak-hak dan tanggungjawab mereka) dan dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh misalnya, jika alam semesta ini terjadi dengan sendirinya maka manusia tidak akan bertanggungjawab kepada siapapun dan mereka akan hidup sesukanya. Akan tetapi, jika manusia dan apa yang mereka miliki adalah ciptaan Allah SWT dan mereka bertanggungjawab kepada-Nya, maka mereka tidak mungkin menganggap dirinya bebas mutlak dan berperilaku dengan seenaknya atau seperti bidak malang di atas papan catur sejarah yang tidak menghiraukan arah perjalanan sejarah (Chapra, 2000:4). 
      Kapitalisme dan sosialisme dibentuk di atas landasan nilai (value) yang sama yaitu materialisme-hedonisme yaitu segala kegiatan manusia dilatarbelakangi dan diorientasikan kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi, dan dibangun di atas pandangan dunia yang sekuler yaitu memisahkan hal-hal yang bersifat spiritual dan material (agama dengan dunia). 
      Pertanyaannya adalah mampukah kedua sistem ini, kapitalis dan sosialis mewujudkan kesejahteraan bagi umat manusia? Pada tahun 1776 M Adam Smith menulis buku yang monumental ‘An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nation’, dan dengan karya inilah Adam Smith dianggap sebagai founding father-nya ilmu ekonomi modern. Ia menorehkan suatu gagasan perekonomian yang berciri umum liberal dengan semboyan yang sangat terkenal ‘laisser aller, laisser passer’ (bebas berbuat dan bebas bertindak) (Hendrie Anto, 2003; 350). Dari sinilah kemudian lahir pemikiran ekonomi yang menekankan kebebasan dalam mengatur aktivitas ekonomi (laissez faire) tanpa diganggu oleh pemerintah. 
      Berikut beberapa konsep mengenai harga dan pasar yang kita kenal dalam Ekonomi Konvesional :
·         Penentuan Harga
            Harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran barang tersebut. Oleh karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah barang yang diperjualbelikan, secara serentak perlulah dianalisis permintaan dan penawaran terhadap suatu barang tertentu yang wujud di pasar. Keadaan di suatu pasar dikatakan dalam keseimbanga atau ekuilibrium
apabila jumlah yang ditawarkan para penjual pada suatu barang tertentu adalah
sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan
demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat
ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar.
·         Harga dan Permintaan
            Dalam hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan: makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.
Mengapa bisa seperti itu?
Alasan pertama, karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang
lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang yang mengalami kenaikan
harga tersebut. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian
terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Alasan kedua, kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga.
·         Harga dan Penawaran
Dalam hukum penawaran dinyatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.
      Ciri utama keseluruhan logika sistem pasar adalah adanya anggapan simetri antara kepentingan umum dan individu. Berdasarkan pejelasan mengenai harga dan pasar yang dipaparkan di atas dapat diasumsikan bahwa individu, dalam kapasitasnya sebagai konsumen yang berdaulat, bertindak secara rasional dan memaksimalkan nilai guna (utility) dengan membeli barang-barang dan jasa pada tingkat harga yang paling rendah yang menempati kedudukan tertinggi pada skala prioritas mereka. Prefensi mereka direfleksikan pada pasar lewat permintaanya atau kesediaannya membayar harga pasar. Begitu pula individu, kapasitasnya sebagai produsen, juga bertindak secara rasional dan merespons secara “pasif” permintaan ini dengan melakukan produksi dengan menekan ongkos serendah-rendahnya karena dengan cara ini akan membantu meningkatkan keuntungan. Interaksi bebas antara para konsumen yang ingin memperoleh nilai guna maksimal dan produsen yang menginginkan keuntungan maksimal dalam suatu kondisi pasar bersaing sempurna akan menstabilkan harga barang dan jasa di pasar. Harga-harga, termasuk ongkos produksi, akan bertindak sebagai suatu mekanisme filter yang netral nilai dan akan membawa produksi barang-barang dan jasa ke arah titik maksimal yang selaras dengan prefensi konsumen. Harga-harga secara otomatis akan menetukan pengalihan (transfer) sumber-sumber daya kepada suatu penggunaan kepada penggunaan yang lain, secara otomatis pula akan membantu proses penggunaannya seefisien mungkin tanpa diperlukan usaha-usaha keras atau intervensi dari siapapun termasuk pemerintah, kecuali untuk menjamin kompetisi dan ketertiban pasar atau mengganti kegagalan pasar dalam mensuplai barang-barang umum. Setiap usaha pemerintah untuk ikut campur dalam proses penyesuaian pasar hanya akan membawa distorsi dan inefisiensi. Smith berpendapat bahwa apabila setiap orang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri maka invisible hand dari kekuatan pasar akan memperjuangkan semua kepentingan masyrakat melalui pengendalian yang bernama kompetisi (Chapra, 2000:19 dan Hendrie Anto, 2003: 353). Tidak ada keraguan bahwa sistem pasar telah merealisasikan kemakmuran dalam perekonomian barat seperti yang bisa kita saksikan saat ini. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara umum telah terwujud dan telah terjadi ekspansi kekayaan yang begitu luas. Akan tetapi sejarah dan pengalaman tidak menunjukkan kebenarana adanya simetri antara kepentingan sosial dan individu. Sistem kapitalis telah gagal merealisasikan pemerataan. Kemakmuran yang belum pernah dialami sebelumnya ini tidak berhasil menghapuskan kemiskinan atau pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap orang. Ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan justru semakin meningkat. Di samping itu, tingkat ketidakstabilan ekonomi dan pengangguran yang tinggi telah menambah kesulitan lebih lanjut bagi si miskin. Ini menunjukkan bahwa efisiensi dan pemerataan masih tetap samar, meskipun telah terjadi pembangunan yang cepat dan petumbuhan yang luar biasa dalam kekayaan (Chapra, 2000: 20, 33). 
      Ketidakmerataan kapitalisme ‘laissez faire’ membawa angin segar kepada munculnya sosialisme. Dan dari berbagai pemikiran tentang sosialisme, pemikiran Karl Marx-lah yang paling berpengaruh. Ia banyak mengkritik kapitalisme bahkan cenderung negatif dalam segala halnya. Dalam salah satu bagian dalam karyanya ‘Communist Manifesto’ yang terkenal ia menyatakan: 
Borjuis telah menunjukkan bagaimana kemungkinan dilakukannnya kekuasaan secara ganas di dalam abad pertengahan, yang sangat dipuji oleh kaum reaksioner itu, sesuai dengan kemalasan yang tiada terhingga, ialah yang pertama-tama memperlihatkan apa yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. Ia telah mendatangkan kejahatankejahatan yang jauh melebihi pyramid-piramid Mesir, saluran-saluran air di Roma dan katedral-katedral Ghotik. Ia telah ekspedisi-ekspedisi yang menyuramkan segala perpindahan bangsa-bangsa dan perang salib yang dulu-dulu (Hendrie Anto, 2003: 355).
      Kendatipun sosialisme mengajukan sebuah strategi yang berbeda, tetapi didasarkan kepada pandangan dunia yang sama seperti sistem pasar, sama persis atau malah lebih sekuler lagi dalam pandangannya tentang kehidupan. Meskipun demikian terdapat perbedaan yang tajam dengan system pasar. Ia memiliki ketidakpercayaan implisit tentang kemampuan manusia untuk berbuat demi kepentingan masyarakat. Karena itu ia sangat bergantung pada pembelengguan kebebasan individu dan motif memperoleh keuntungan serta eliminasi hak memiliki properti. Karenanya, kepemilikan Negara atas semua sarana produksi dan perencanaan sentral menjadi instrument utama strateginya untuk mendorong efisiensi dan pemerataan penggunaan sumbersumber daya (Chapra, 2000: 23).  
      Penghapusan motif mencari keuntungan dan kepemilikan properti telah membunuh inisiatif, dorongan dan kreatifitas individu dalam masyarakat yang memiliki perspektif hidup keduniaan. Hal ini telah menyebabkan berkurangnya efisiensi dan merugikan sisi penawaran ekonomi. Perencanaan dan kolektivisasi tidak berhasil mendorong pemerataaan, bahkan menyebabkan konsentrasi kekuatan pada segelintir anggota politbiro. Ini bahkan lebih buruk dari kapitalisme monopilstik, karena meskipun mengakibatkan konsentrasi kekuasaan dan kekayaan, tidak akan memungkinkannya mengumpulkan kekuatan yang begitu intens, karena adanya proses pembuatan keputusan yang didesentralisasi secara umum. Lebih- lebih lagi, sistem sosialis yang berpandangan sekuler telah menjauhkan dirinya dari sistem nilai yang secara sosial disepakati. Pada saat ketiadaan nilai-nilai moral dan sistem harga, satu-satunya mekanisme filter yang tersisa untuk pembuatan keputusan dalam alokasi sumber-sumber daya adalah nafsu anggota politbiro yang berkuasa. Karena itu si kaya dan mereka yang berkedudukan tinggi dalam sistem ini mampu menikmati kemudahan apa saja yang mereka inginkan seperti dalam sistem kapitalis. Sementara, si miskin kesulitan untuk memenuhi bahkan kebutuhan pokoknya sendiri. Karena itu tidak mengherankan, jika sistem totalitarian telah menyebabkan kecelakaan besar bagi umat manusia dan akhirnya diruntuhkan oleh pemberontakan rakyat di mana-mana (Chapra, 2000: 344). 
      Kedua sistem ini telah gagal merealisasikan sasaran-sasaran yang diinginkan seperti pemenuhan kebutuhan dasar, kesempatan kerja penuh, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Konklusi dari keadaan ini adalah bahwa kedua sistem init telah gagal mewujudkan keadilan dan stabilitas, karena itu tidak mungkin befungsi sebagai contoh bagi Negara-negara muslim khusunya karena komitmen Islam yang tegas terhadap keadilan sosioekonomi. Inilah kegagalan kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejehteraan bagi umat manusia. 
B. Konsep Pasar dalam Ekonomi Islam
      Seleteh mengetahui kegagalan sistem kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan, lantas sistem apa yang harus kita terapkan untuk mencapai kesejahteraan? Ekonomi Islam adalah solusinya. Rasullah telah membuktikan keberhasilan system ekonomi islam pada masa pemerintahannya. Lantas kita sebagai Negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim malah tidak menerapkan apa yang diterapkan oleh Rasullah dan parahnya kita tetap bertahan dengan sistem  yang penuh dengan kebobrokan ini. Ironis memang, karena pada saat ini tidak satupun negara muslim atau yang mayoritas penduduknya muslim benar-benar menerapkan syariat Islam termasuk sistem ekonominya. Sistem ekonomi Islam tidak berlaku di manapun di dunia muslim. Ideologi yang dominan di negara-negara muslim bukanlah Islam, melainkan sekulerisme yang dicampur dengan feodalisme, kapitalisme, dan sosialisme. 
      Islam adalah agama universal yang mengatur seluruh dimensi kehidupan umatnya baik dunia maupun akhirat. Islam sudah mengatur masalah ekonomi semenjak Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Karena rujukan utama pemikiran ekonomi Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Termasuk di dalamnya adalah masalah pasar. Pasar mendapat kedudukan yang penting dalam ekonomi Islam. Rasulullah SAW menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang setara. Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Tetapi pasar disini mengharuskan adanya moralitas, antara lain: persaingan yang sehat (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy), dan keadilan (justice). Jika nilai- nilai ini telah ditegakkan tidak ada alasan untuk menolak harga pasar. Implementasi nilai-nilai moralitas dalam pasar merupakan tugas personal bagi setiap pelaku pasar. Bagi seorang muslim ia merupakan refleksi keimanan kepada Allah SWT. Penghargaan ajaran Islam terhadap mekanisme pasar dari ketentuan Allah bahwa perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka (antaradin minkum/mutual goodwill). Dalam surat an-Nisa’ ayat 29 Allah berfirman yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…”
      Pada umumnya kegiatan ekonomi diperbolehkan, kecuali apa yang secara tegas dilarang oleh syariah. Dalam pandangan Islam, pasar merupakan wahana transaksi ekonomi yang ideal, tetapi memiliki berbagai kelemahan, yang tidak cukup memadai pencapaian tujuan ekonomi yang Islami. Secara teoritik maupun praktikal, pasar memiliki beberapa kelemahan. Oleh karenanya, perlu menempatkan pasar secara propersional dalam perekonomian dan kemudian memperbaiki dan melengkapi kekurangan-kekurangannya.
      Berbicara mengenai pasar, ajaran Islam berusaha untuk menciptakan suatu keadaan pasar yang dibingkai oleh nilai-nilai syariah, meskipun tetap dalam suasana yang bersaing. Dengan kata lain, konsep Islam tentang pasar yang ideal adalah perfect competition market plus, yaitu plus nilai-nilai syariah Islam.
Secara garis besar, pandangan Islam tentang pasar adalah sebagai berikut :
1. Pasar memiliki kelebihan sekaligus kekurangannya. Dengan kata lain, mekanisme pasar tidak dianggap sebagai sesuatu yang telah sempurna atau baku sehingga tidak perlu ada intervensi dan rekayasa apapun (taken for granted). Intervensi yang tidak berlebihan diperlukan agar mekanisme pasar berjalan sesuai dengan kepentingan perekonomian yang Islami. Jadi pasar bebas yang Islami tidak berarti sebebas-bebasnya.
2. Pasar tidak ditempatkan sebagai satu-satunya mekanisme distribusi yang utama dalam perekonomian, tetapi hanya merupakan salah satu dari berbagai mekanisme yang diajarkan syariah Islam. Oleh karenanya, perekonomian yang Islami akan mengkombinasikan pendekatan pasar dengan non pasar.
      Para ulama terdahulu sudah banyak menulis buku tentang masalah ekonomi yang bisa kita jadikan sebagai acuan. Salah satunya adalah Ibnu Taimiyyah.
Pemikiran Ibnu Taimiyyah (661-728 H)
Ibn Taimiyah telah meletakkan konsep-konsep dasar ekonomi Islam yang akan dapat berperan dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Diantaranya berkaitan dengan :
1.      Harga yang adil, Mekanisme Pasar dan Pengaturan Harga
a.      Harga Yang Adil.
      Konsep tentang harga yang adil pada dasarnya telah terdapat di dalam ajaran Islam. Sekalipun penggunaan istilah tersebut sudah ada sejak awal kehadiran Islam, Ibnu Taimiyah nampaknya merupakan orang pertama yang memberikan perhatian khusus terhadap masalah harga yang adil. Dalam membahas persoalan harga, ia sering menggunakan dua istilah, yaitu kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan harga yang setara (tsaman al-mitsl). Kompensasi yang setara (iwadh al-mitsl) digunakan ketika menelaah dari sisi legal etik sedangkan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi. Menurutnya prinsip kompensasi yang setara terkandung dalam beberapa kasus berikut:

ü  Ketika seseorang harus bertanggungjawab karena membahayakan orang lain atau merusak harta dan keuntungan.
ü  Ketika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar kembali sejumlah barang atau keuntungan yang setara atau membayar ganti rugi terhadap luka-luka sebagian orang lain.
ü  Ketika seseorang diminta untuk menentukan aqad yang rusak dan akad yang shahih dalam suatu peristiwa yang menyimpang dalam kehidupan dan hak milik.
Prinsip umum yang sama berlaku pada pembayaran iuran, kompensasi dan kewajiban financial lainnya. Misal:
ü  Hadiah yang diberikan oleh gubernur kepada anak yatim,wakaf dan orang-orang muslim.
ü  Kompensasi oleh agen bisnis yang menjadi wakil untuk melakukan pembayaran kompensasi.
ü  Pemberian upah oleh dan atau kepada rekanan bisnis
Sedangkan harga yang setara harga yang dibentuk oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas , yaitu pertemuan antara kekuatan permintaan dan penawaran. Jadi berbeda dengan konsep kompensasi yang setara, persoalan harga yang setara muncul ketika menghadapi harga yang sebenarnya, pembelian dan pertukaran barang.
      Dalam analisa ekonomi, permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Dalam hukum permintaan diuraikan sifat hubungan nyata permintaan barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan hipotesis yang menyatakan: "makin rendah harga suatu barang, maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu
barang, maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut"
. Begitu
juga sebaliknya, hukum penawaran yang menjelaskan tentang hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual.
      Ibnu Taimiyah menyebutkan dua sumber penyediaan barang (supply) yaitu
produksi lokal dan impor yang diterima.
      Konsep harga yang adil menurut Ibnu Taimiyah hanya terjadi pada pasar kompetitif. Tidak ada pengaturan yang mengganggu keseimbangan harga kecuali jika terjadi suatu usaha-usaha yang mengganggu terjadinya keseimbangan, yaitu kondisi dimana semua faktor produksi digunakan secara optimal dan tidak ada idle.
Sebab harga pasar kompetitif merupakan kecenderungan yang wajar.
      Ibnu taimiyah mengungkapkan bahwa jika masyarakat menjual barang dagangannya dengan harga normal (kenaikan harga dipengaruhi oleh kurangnya persediaan barang karena menurunnya supply barang), maka hal seperti ini tidak mengharuskan adanya regulasi terhadap harga. Karena kenaikan harga tersebut merupakan kenaikan harga yang adil dan berada dalam persaingan sempurna, tanpa unsur spekulasi.
      Konsep Ibnu Taimiyah tentang harga yang setara/adil memiliki kesamaan dengan konsep harga adil yang disampaikan oleh pemikir skolastis bernama Aquinas. Akan tetapi, Ibnu Taimiyah memberi makna yang lebih luas. Ia menganjurkan dalam menetapkan harga yang adil itu dengan pertimbangan apabila suatu barang tersebut tidak ada di suatu tempat. Secara eksplisit, ia mengajukan
pertimbangan untuk mempertemukan antara nilai subjektif dari pembeli dengan
nilai objektif dari penjual.
      Tujuan utama dari harga yang adil adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transaksi timbal balik dan hubungan-hubungan lain diantara anggota masyarakat. Pada konsep harga adil, pihak penjual dan pembeli sama-sama merasakan keadilan.
      Perbuatan monopoli terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi hal yang ditentang oleh Ibnu Taimiyah. Jika ada sekelompok masyarakat melakukan monopili, maka wajib bagi pemerintah untuk melakukan pengaturan (regulasi) terhadap harga. Hal ini dilakukan untuk menerapkan harga yang adil. Monopoli merupakan hal yang tidak adil dan sangat merugikan orang lain. Perbuatan tersebut zalim, monopoli sama saja menzalimi orang-orang yang membutuhkan barang kebutuhan yang dimonopoli.
Regulasi Harga
      Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga barang-barang yang dilakukan oleh pemerintah. Regulasi ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Dalam sejarah Islam, kebebasan sudah dijamin dengan berbagai tradisi masyarakat dan dengan sistem hukumnya. Sebagian orang berpendapat bahwa negara dalam Islam tidak boleh mencampuri masalah ekonomi dengan mengharuskan nilai-nilai dan moralitas atau menjatuhkan sanksi kepada orang yang melanggarnya. Mereka mempunyai pandangan seperti ini berdasarkan pada hadits Nabi saw yang tidak bersedia menetapkan harga-harga walaupun pada saat itu harga melambung tinggi. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra:
"Dari Anas bin Malik ra beliau berkata: harga barang-barang pernah mahal pada masa Rasulullah saw, lalu orang-orang berkata: Ya Rasulullah, harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan sesungguhnya saya
mengharapkan agar saya berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun
diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena kezaliman dalam pertumpahan
darah (pembunuhan) dan harta".
(diriwayatkan oleh perawi yang lima kecuali
an Nasai )
      Ibnu Taimiyah menafsirkan hadits tentang penolakan regulasi harga, bahwa kasus tersebut merupakan kasus yang khusus dan bukan kasus umum. Menurutnya, harga naik karena kekuatan pasar, bukan karena ketidaksempurnaan pasar tersebut. Menurut Ibnu Taimiyah, hadits tersebut mengungkapkan betapa Nabi saw tidak mau ikut campur tangan dalam masalah regulasi harga-harga barang. Akan tetapi hal tersebut disebabkan oleh kenaikan harga yang dipicu kondisi objektif pasar Madinah, bukan karena kecurangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat untuk mengejar keuntungan belaka. Pada saat itu, pasar Madinah kekurangan supply impor atau karena menurunnya produksi. Hal itu terjadi bukan karena ada pedagang yang sengaja menimbun barang di pasaran. Dengan demikian, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kenaikan harga barang-barang pada masa Nabi saw dikarenakan bekerjanya mekanisme harga.
Pada kondisi terjadinya ketidaksempurnaan pasar, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah. Misalnya dalam kasus dimana suatu komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat adanya manipulasi atau perubahan harga yang disebabkan oleh dorongan-dorongan monopoli. Maka dalam keadaan seperti inilah, pemerintah harus menetapkan harga yang adil bagi penjual dan pembeli.
      Otoritas pemerintah dalam melakukan pengawasan harga harus dirundingkan terlebih dahulu dengan penduduk yang berkepentingan. Tentang ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan sebuah metode yang diajukan pendahulunya, Ibnu Habib, bahwa pemerintah harus menyelenggarakan musyawarah dengan para tokoh perwakilan dan pasar. Yang lain juga diterima hadir, karenanya mereka harus diperiksa keterangannya. Setelah melakukan perundingan dan penyelidikan tentang transaksi jual beli, pemerintah harus secara persuasif menawarkan ketetapan harga yang didukung oleh para peserta musyawarah, juga penduduk semuanya. Jadi keseluruhannya harus sepakat tentang hal itu.
      Dalam kitabnya, al Hisbah, penetapan harga harus diperlukan untuk mencegah manusia menjual makanan dan barang lainnya hanya kepada kelompok tertentu dengan harga yang ditetapkan sesuai keinginan mereka. Oleh karena itu, regulasi harga (fixed price policy) sangat mempermudah usaha mikro dalam menghadapi manipulasi pasar yang umumnya dilakukan oleh pengusaha besar. Kebijakan ini sering digunakan pemerintah untuk melindungi sektor usaha mikro dari kehancuran.

b.      Mekanisme Pasar
      Pernyataan ibn Taimiyah terlihat dalam pernyataannya berikut ini:
Naik dan turunnya harga tak selalu berkait dengan kezaliman yang dilakukan seseorang. Sesekali, alasannya adalah adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta. Jadi jika membutuhkan peningkatan jumlah barang, sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang tak melibatkan ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga disebabkan ketidakadilan. Maha besar Allah yang menciptakan kemauan pada hati manusia.
      Pernyataan tersebut adalah gambaran apa yang terjadi di masa itu, dimana kenaikan harga terjadi akibat ketidakadilan dari para penjual. Yaitu terjadinya manipulasi oleh penjual yang mendorong terjadinya ketidaksempurnaan pasar. Dengan demikian menurut Ibn Taimiyah, alasan ekonomis dari naik dan turunnya harga serta peran kekuatan pasar, juga harus dipertimbangkan.
      Perubahan supply dalam kekuatan pasar, disamping karena permintaan, digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan ketersediaan barang-barang. Ia juga menyebut dua sumber supply yaitu produksi local dan impor. Apa yang diungkapkan Ibn taimiyah sebenarnya menunjukkan apa yang saat ini disebut fungsi penawaran dan permintaan, tanpa menyebut secara khusus.
      Ibn Taimiyah juga menyebutkan , harga bisa naik karena penurunan jumlah barang yang tersedia, atau peningkatan jumlah penduduk. Penurunan barang sama dengan menurunnya supply, sedangkan meningkatnya jumlah penduduk akan mengakibatkan naiknya permintaan. Sehingga naiknya harga karena penurunan supply dan peningkatan jumlah penduduk adalah mekanisme alamiah karena Allah.
      Ibn Taimiyah mencatat beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan juga harga:
ü  Keinginan penduduk yang berbeda dan berubah-ubah atas jenis barang
ü  Jumlah para peminta
ü  Tingkat kebutuhan akan barang
ü  Pihak yang melakukan pertukaran
ü  Bentuk alat pembayaran yang digunakan dalam jual beli

c.       Pengaturan Harga
      Terdapat perbedaan akan kenaikan harga karena kekuatan pasar dan ketidakadilan atau kezaliman seperti penimbunan. Sehingga Ibnu Taimiyah meletakkan dasar regulasi pada wewenang pemerintah.

2.      Kepemilikan Harta
3.      Uang dan Kebijakan Moneter
ü  Sumber penerimaan public
ü  Pembelanjaan publik
4.      Peran Negara dalam Ekonomi
Transaksi yang Dilarang dalam Islam
Para ulama menyimpulkan satu konsep yang menegaskan pelarangan bagi para pelaku pasar untuk mempraktikkan sejumlah transaksi berikut:
ü  Transaksi riba,gharar dan maysir. Untuk hal ini, sistem bagi hasil dikedepankan dalam merumuskan hubungan kerja antara tenaga kerja dan modal investasi. Transaksi gharar adalah kurangnya informasi atau pengetahuan sehingga tidak memiliki skill.
ü  Rekayasa Supply dan Demand
1.      Ba’i Najasy; produsen menyuruh pihak lain memuji produk-nya atau menawar dengan harga tinggi, sehingga orang akan terpengaruh.
2.      Ikhtikar; mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menahan barang untuk tidak beredar di pasar supaya harga-nya naik.
ü  Tadlis (Penipuan)
·         Tadlis kuantitas
·         Tadlis kualitas,
·         Tadlis harga
ü  Ghaban faa-hisy         : menjual diatas harga pasar.

ü  Talaqqi rukban           : pedagang membeli barang penjual sebelum mereka masuk ke kota.
·         Tadlis waktu penyerahan
ü  Taghrir (Ketidakpastian);
a.      Taghrir kuantitas,
b.      Taghrir kualitas,
c.       Tahgrir harga,
d.      Taghrir waktu penyerahan
ü  Predatory pricing       : yaitu menjual dengan harga dibawah harga pasar.
ü  Transaksi Al-Ma’dun yaitu jenis penjualan barang dan jasa yang belum atau tidak dimiliki langsung oleh si penjual.

BAB III
KESIMPULAN

1.      Dalam pandangan Islam, pasar merupakan wahana transaksi ekonomi yang ideal, tetapi memiliki berbagai kelemahan, yang tidak cukup memadai pencapaian tujuan ekonomi yang Islami. Secara teoritik maupun praktikal, pasar memiliki beberapa kelemahan. Oleh karenanya, perlu menempatkan pasar secara propersional dalam perekonomian dan kemudian memperbaiki dan melengkapi kekurangan-kekurangannya.
2.      Konsep-konsep dasar ekonomi Islam yang dapat berperan dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi menurut pemikiran Ibnu Taimiyyah  antara lain :
ü  Harga yang adil, mekanisme pasar, pengaturan harga
ü  Kepemilikan harta
ü  Uang dan kebijakan moneter
ü  Peran Negara dalam ekonomi
3.      Adapun transaksi yang dilarang dalam Islam, yaitu :
ü  Transaksi riba,gharar dan maysir.
ü  Rekayasa Supply dan Demand, yaitu : Ba’I Najasy dan Ikhtikar
ü  Tadlis (Penipuan)
ü  Ghaban faa-hisy        
ü  Talaqqi rukban          
ü  Taghrir (Ketidakpastian);
ü  Predatory pricing      
ü  Transaksi Al-Ma’dun
4.      Penyebab kegagalan system kapitalisme dan sosialisme dalam mewujudkan kesejahteraan adalah Kapitalisme dan sosialisme dibentuk di atas landasan nilai (value) yang sama yaitu materialisme-hedonisme yaitu segala kegiatan manusia dilatarbelakangi dan diorientasikan kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi, dan dibangun di atas pandangan dunia yang sekuler yaitu memisahkan hal-hal yang bersifat spiritual dan material (agama dengan dunia). 
Sistem kapitalis yang menorehkan suatu gagasan perekonomian yang berciri umum liberal dengan semboyan yang sangat terkenal ‘laisser aller, laisser passer’ (bebas berbuat dan bebas bertindak). Dari sinilah kemudian lahir pemikiran ekonomi yang menekankan kebebasan dalam mengatur aktivitas ekonomi (laissez faire) tanpa diganggu oleh pemerintah. Akibat system liberal ini mengakibatkan gagalnya realisasi pemerataan. Kemakmuran yang belum pernah dialami sebelumnya ini tidak berhasil menghapuskan kemiskinan atau pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap orang. Ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan justru semakin meningkat. Di samping itu, tingkat ketidakstabilan ekonomi dan pengangguran yang tinggi telah menambah kesulitan lebih lanjut bagi si miskin. Ini menunjukkan bahwa efisiensi dan pemerataan masih tetap samar, meskipun telah terjadi pembangunan yang cepat dan petumbuhan yang luar biasa dalam kekayaan. Sementara system sosialisme yang diagungkan oleh Karl Max menhgalami nasib yang sama seperti kapitalisme.  Penghapusan motif mencari keuntungan dan kepemilikan properti telah membunuh inisiatif, dorongan dan kreatifitas individu dalam masyarakat yang memiliki perspektif hidup keduniaan. Hal ini telah menyebabkan berkurangnya efisiensi dan merugikan sisi penawaran ekonomi. Perencanaan dan kolektivisasi tidak berhasil mendorong pemerataaan, bahkan menyebabkan konsentrasi kekuatan pada segelintir anggota politbiro. Ini bahkan lebih buruk dari kapitalisme monopilstik, karena meskipun mengakibatkan konsentrasi kekuasaan dan kekayaan, tidak akan memungkinkannya mengumpulkan kekuatan yang begitu intens, karena adanya proses pembuatan keputusan yang didesentralisasi secara umum. Lebih- lebih lagi, sistem sosialis yang berpandangan sekuler telah menjauhkan dirinya dari sistem nilai yang secara sosial disepakati. Pada saat ketiadaan nilai-nilai moral dan sistem harga, satu-satunya mekanisme filter yang tersisa untuk pembuatan keputusan dalam alokasi sumber-sumber daya adalah nafsu anggota politbiro yang berkuasa. Karena itu si kaya dan mereka yang berkedudukan tinggi dalam sistem ini mampu menikmati kemudahan apa saja yang mereka inginkan seperti dalam sistem kapitalis. Sementara, si miskin kesulitan untuk memenuhi bahkan kebutuhan pokoknya sendiri. Karena itu tidak mengherankan, jika sistem totalitarian telah menyebabkan kecelakaan besar bagi umat manusia dan akhirnya diruntuhkan oleh pemberontakan rakyat di mana-mana. Inilah kegagalan system kapitalisme dan sosialisme.
DAFTAR PUSTAKA
A.    Fachruddin, et al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam pada     masa Rasulullah SAW.

Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Terjemahan Zainal Arifin, Gema Insani Press,       Cet 1, Jakarta, 1997

Akram Khan, Muhammad, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan            Hadits-Hadits Pilihan Tentang Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia

Al Mishry, Rofiq Yunus, Ushul Al Iqtishod Al Islamy, ad Dar as Sahiy, Berut, tt,
      Al Qur’an al Karim, Departemen Agama RI

Nasution, Mustofa Edwin, dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada       Media Group, Jakarta cet II, 2007

Husnul K, et.al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran EkonomiIslam pada masa Daulah    Abbasiyah II”

Islahi, Abdul Azim, Economic Concepts Of Ibnu taimiyah, The Islamic Foundation, United       Kingdom, 1996

Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, The International Institute of Islamic Thought       Indonesia, 2002

_____, Sejarah Pemikiran ekonomi Islam Edisi kedua, raja Grafindo Persada,          Jakarta, 2006

_____, Concept of Islamic Economy, International Institute of Islamic Economic, Islamabad,
      Pakistan, 1989

Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Perwataatmadja, H. Karnaen A, “Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Selam Daulah       Umayyah (41-132 H/661-750 M)”

_____, H. Karnaen A, “Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Selama Daulah             Abbasiyah II

Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikroekonomi, Edisi Ketiga. PT. RajaGrafindo
      Persada: Jakarta. 2003.

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer.
      Pustaka Asatrus: Jakarta. 2005

Islahi, Abdul Azim. Economic Concepts of Ibn Taimiyah. United Kingdom: The Islamic Foundation, 1996.
Al-Mushlih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta : Darul Haq,       2004.
An-Nabhani, Taqyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam, Surabaya :     Risalah Gusti, 1996.
Gazali, Ahmad, Menuju Masyarakat Industri yang Islami, Jakarta : C.V. Dwi Cahaya, 1995.
Hendrie, M.B Anto, Pengantar Ekonomi Islami, Yogyakarta : Ekonosia FE UII, 2003.
Kahf, Monzer, Market Structure: Free Co-Operation, in Sayyid Tahir, Aidit Ghazali dan Syed     Omar Syed Agil, Reading in Microeconomics: an Islamic Perspectives, Malaysia : Longman,   1992.
Kamal, Mustafa, Wawasan Islam dan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai, Jakarta : LP FEUI, 1997.
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta : IIIT Indonesia, 2002.
Mannan, M.A., Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, Jakarta : Penerbit PT Intermasa, 1992.
--------, Islamic Perspectives on Market Imperfections With Special Reference to The Theory of Monoply,        in Sayyid Tahir, Aidit Ghazali dan Syed Omar Syed Agil, Reading in Microeconomics: an    Islamic Perspectives, Malaysia : Longman, 1992.
Pyndyck, Robert S. dan Daniel L. Rubinfeld, Microeconomics, New Jersey : Prentice-Hall Inc,    2001.
Samuelson, Paul A., Economics, London : Mc-Graw-Hill International Book Co, 1980.
Aidi Matrani, Muhammad. 2008. Pemikiran Ibnu Taimiyyah tentang Mekanisme Pasar dalam       Ekonomi Islam. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
Syaifuddin Zuhri, Muhammad. 2010. Pemikiran Adiwarman A. Karim tentang Mekanisme Pasar             Islam. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
MLA Bashar - Islamic Economics, 1997 - kau.edu.sa
 







2 komentar:

sangat membantu sekali dalam membuat tugas

materinya keren

novriyansahuzumaki.blogspot.com

Posting Komentar